Menjadi tradisi pada masyarakat Indonesia (terutama Jawa) menyemarakkan hari raya Idul Fitri dengan acara mudik. Bahkan trend ini menjadi budaya nasional yang melibatkan seluruh elemen masyarakat dan segenap aparatur pemerintah. Belum diketahui sejak kapan tepatnya tradisi mudik ini menjadi ritual tahunan di Indonesia.
Secuil pertanyaan mengapa tradisi mudik ini melekat pada hari raya Idul Fitri, bukan Idul Adha. Ada anggapan pada masyarakat bahwa hari raya yang "sesungguhnya" adalah Idul Fitri, sementara Idul Adha adalah hari raya-nya orang Arab dalam tanda kutip. Mungkin ada baiknya kita berpikir ulang bagaimana sekiranya tradisi mudik ini digeser ke Idul Adha. Adapun yang menjadi pemikiran adalah:
- Ada hadits yang meriwayatkan bahwa menjelang berakhirnya Ramadhan, Nabi SAW justru semakin intens dalam beribadah. Bahkan beliau justru merasa sedih karena bulan suci ramadhan segera berakhir. Dan pada 10 hari terakhir ada kemuliaan malam lailatul qadr dimana nabi SAW melakukan i'tikaf siang-malam dan tidak meninggalkan masjid sama sekali.
- Nuansa mudik malah menjadi kebalikannya. Menjelang Idul Fitri kita malah disibukkan dengan berbagai persiapan yang cenderung "hura-hura". Kita tidak menangis ditinggal bulan suci ramadhan tapi malah bergembira ria dengan shopping baju, perbaikan rumah, membuat makanan hari raya, dll. Adakalanya kita meninggalkan tarawih untuk keperluan di atas. Tidak jarang puasa kita juga terganggu apalagi menginjak H-5 dimana arus mudik mulai berjalan. Para pemudik yang kelelahan, kepanasan, banyak yang menggugurkan puasanya karena alasan "musafir". Jika kondisinya seperti ini sangat tidak mungkin kita melakukan i'tikaf dan memperbanyak ibadah di akhir ramadhan. Jika nabi menangis ramadhan yang berakhir, kita justru bersuka cita menyambutnya.
- Idul Fitri cuma satu hari, sementara Idul Adha tiga hari (tasyrik).
- Sudah ada masyarakat kita yang menjadikan Idul Adha sebagai tradisi mudik, di Madura Jawa Timur.